Wednesday, June 14, 2017

Penerapan Full Day School yang Tidak Pro Rakyat

Pada tahun ajaran baru bulan Juli 2017 mendatang, sebagian murid-murid dari SD sampai SMA di Indonesia akan ke sekolah selama lima hari dalam satu minggu dan pulang sore (full day school).

Anda mungkin bertanya-tanya, lha hubungan e opo full day school sama rakyat? Saya bisa bilang hubungannya sangat erat. Sebab kebijakan ini terkesan 'gebyah uyah' pukul rata tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi akibat kebijakan yang terkesan terburu-buru ini.

Guru Sistem Kerja Bakti
Dari sisi guru, sudah jadi rahasia umum kalau Indonesia terutama di daerah pedalaman dan pinggiran kekurangan guru. Namun, pemerintah tidak mau merekrut PNS guru malah menutupinya dengan tenaga honorer yang gajinya sangat tidak manusiawi.

Lalu, apakah guru honor itu disuruh kerja bakti? Kerja sosial dengan gaji yang sangat minim dan jam mengajar seharian. Dampaknya, guru honor tidak bisa bekerja di bidang lain yang biasanya untuk menutupi kekurangan gajinya. Kalau guru honor mengundurkan diri, muncul masalah baru kekurangan guru.





Siswa Banyak Putus Sekolah
Kedua dari sisi siswa, sudah lazim diketahui bahwa pemerintah tidak menyediakan beasiswa penuh untuk pendidikan dasar. Itu semua 'telek kebo' (boso jowone bullshit to?) kalau pendidikan gratis. Sebab sekolahnya bisa gratis, tapi kalau aksesnya sulit, naik speedboat atau kapal kelotok tetap bayar, naik angkutan umum, uang sakunya dll.

Sehingga tidak heran, banyak siswa yang nyambi bekerja sepulang sekolah. Ada yang membantu orangtuanya bekerja di sawah, ada yang jadi buruh proyek (saya ketemu beberapa anak SMA model seperti ini), buruh di perusahaan kelapa sawit, dll. 


Bekerja sepulang sekolah merupakan hal biasa di Indonesia. Sebab mereka tidak merasa dipaksa, bukan juga pekerja anak, mereka ingin Birrul Walidain berbakti kepada orangtua membantu meringankan beban ekonomi keluarga dengan ikut mencari nafkah.
 
Pokoknya, mereka memanfaatkan setengah hari pulang sekolah untuk bekerja, mencari nafkah untuk meringankan beban orangtuanya. Lalu, kalau mereka dipaksa full day school dan tidak bisa bekerja, tentu lama kelamaan akibat terjepit ekonomi, mereka akan putus sekolah.




Kalau alasannya untuk membentuk karakter, lalu karakter macam apa yang ingin dibentuk? Jika banyak siswa yang giat bekerja sepulang sekolah, semata-mata berjuang agar dia bisa terus sekolah. Itu memuat pendidikan karakter yang luar biasa, berbakti kepada orangtua, rajin bekerja untuk mencapai cita-cita dan kewirausahaan juga masuk. Mikir dong!

Silahkan saja bagi para pemuja, yang jelas perekonomian saat ini sangat sulit. Kalau ada yang bilang enak, itu pasti sudah taqlid dan patut dipertanyakan tingkat kewarasannya. Cek saja berita orang gantung diri gara-gara tekanan ekonomi, banyak banget di seluruh Indonesia.

Jadi, kebijakan full day school ini kalau mau diterapkan, jangan menyalahkan masyarakat, orangtua siswa jika menuntut pemerintah menanggung tidak hanya dari biaya pendidikan, tapi biaya transportasi dan uang saku para siswa.


EmoticonEmoticon

Popular Post