Monday, September 26, 2016

Loyalis Parpol Nasibmu Kini

Partai Politik (Parpol) kian jauh dari harapan rakyat setelah 18 tahun reformasi. Pasalnya, rakyat tidak bisa lagi menyandarkan harapan dan aspirasinya melalui parpol. Bahkan, orang-orang yang menjadi loyalis parpol pun akhir-akhir ini kian gamang.


Jelang pilkada baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, parpol kian gencar diburu para calon yang bakal bertarung di pilkada. Ironisnya, parpol tak ubahnya menjadi sebuah talent agency. Meski tidak pernah terungkap dengan jelas, namun suara-suara miring kerap menerpa parpol. Apalagi kalau bukan soal 'mahar' agar bisa mendapatkan surat rekomendasi DPP parpol untuk bisa maju bertarung di pilkada.





Sebenarnya apa sih kriterianya? Mungkin untuk daerah-daerah yang mendapat sorotan media, parpol masih pikir-pikir, masih mengutamakan soal survey popularitas dengan segela tetek bengeknya. Namun, untuk daerah-daerah yang jauh dari pantauan, urusan 'mahar' itu justru bisa berbalik jadi prioritas utama.


Sehingga, banyak loyalis parpol yang akhirnya harus tersingkir, diajukan parpol lain, atau bahkan maju dari jalur independen. Sebaik apa pun prestasi loyalis parpol, jika deal soal 'mahar' ini tidak bisa dipenuhi, maka loyalis itu tak bakal bisa maju di festival karya (kalau istilah Pak Anies Baswedan) ini. Ini banyak terjadi di daerah-daerah.


Kondisi ini yang membuat bingung konstituen (rakyat pendukung parpol). Apalagi, jika dalam satu parpol akhirnya muncul banyak calon yang maju dan saling berseberangan. Jadi, rekomendasi saya, tidak usah meniti karir di parpol, toh kalau pun anda jadi Ketua DPC atau DPD dengan segudang prestasi, namun jika kalah soal 'mahar' tetap saja akan kalah oleh 'orang baru' yang masuk tiba-tiba dengan dukungan 'mahar' ditambah lagi jika ditopang dengan popularitas tinggi (biasanya dari kalangan artis). Ya, begitulah kondisi parpol kita sekarang ini. 


Semangat pagi....


EmoticonEmoticon

Popular Post